VSC FKH UGM

Kabinet Gamma Lentera | Gema Cipta Gaung Karya

Penelitian

Kajian mengenai KAP (Knowledge, Attitude, Practice) atau pemahaman, sikap, dan tindakan peternak mengenai PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) di daerah kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Latar Belakang

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Foot and Mouth Disease adalah penyakit hewan yang penularannya terjadi secara cepat dan menyerang hewan berkuku belah (cloven hoof) seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa/kijang, unta serta gajah. Hewan yang terinfeksi virus PMK memperlihatkan gejala klinis yang patognomonik berupa lepuh/lesi pada mulut dan pada seluruh teracak kaki. Agen penyebab PMK adalah virus Foot and Mouth Disease (FMDV) yang masuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus (MacLachlan dan Dubovi 2017). Wabah PMK sendiri bukan merupakan hal baru bagi para peternak, sekitar dua abad lalu tepatnya di tahun 1887 silam wabah ini ditemukan dan berhasil diberantas total di tahun 1990 yang telah diakui secara internasional oleh OIE.

Tiga dekade berlalu berada dalam kondisi bebas PMK, Indonesia kembali digemparkan dengan penemuan kasus PMK di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022. Peningkatan kasus PMK terus terjadi setiap harinya dengan rata-rata kenaikan dua kali lipat sejak kasus pertama ditemukan. Menurut penjelasan Kementan (2022) kasus hewan ternak seperti sapi, domba, kambing, dan babi yang terinfeksi PMK di daerah Jawa Timur pada bulan Juni mencapai 115,478 ekor. Kemudian penyebaran PMK hingga 30 Juni 2022 mengalami perluasan hingga ke 19 provinsi di 221 kota/kabupaten Indonesia dengan jumlah hewan sakit mencapai 296.058 ekor, 97.491 ekor diantaranya sudah sembuh, 2599 ekor dipotong secara bersyarat, dan 1.768 ekor telah mati (Kementan, 2022).

Bertambahnya jumlah kasus PMK yang menyerang sangat berdampak pada kondisi kesehatan ternak dan ekonomi para peternak. Hewan yang terinfeksi PMK menurut Tawaf (2017) akan mengalami dampak berupa gangguan reproduksi, penurunan produksi susu, gangguan pertumbuhan, penurunan produktivitas, hingga kematian. Tak jarang ternak yang mengalami infeksi akut disarankan untuk dipotong secara bersyarat atau diamputasi di bagian tubuhnya. Akibatnya peternak mengalami kerugian dengan adanya biaya tambahan berupa biaya pengobatan, biaya pengawasan lalu lintas/karantina, biaya vaksinasi, dan biaya pemotongan/pemusnahan (Tawaf, 2017). Kerugian semakin diperparah dengan ancaman kehilangan pendapatan dikarenakan kehilangan peluang penjualan di dalam negeri maupun luar negeri, penurunan aktivitas pasar, penurunan permintaan konsumsi masyarakat, dan penurunan harga jual ternak akibat kualitas produk yang dinilai kurang berkualitas (Tawaf, 2017). Data terakhir Ombudsman RI menjelaskan bahwa total kerugian peternak Indonesia akibat wabah PMK mencapai Rp 254,45 miliar hanya dalam kurun waktu tujuh pekan sejak terjadinya kasus di Gresik, Jawa Timur dengan Rp 13,77 miliar diperoleh dari kerugian akibat sapi yang mengalami kematian (Widyaning, 2022).

Terganggunya aktivitas ekonomi dan ancaman kerugian ekonomi tak hanya dirasakan oleh peternak melainkan sektor lain yang memiliki keterkaitan erat dengan usaha peternakan khususnya ternak sapi. Sebanyak 120 sektor ekonomi lain mengalami keterikatan dengan produk daging sapi dan memiliki daya ungkit tertinggi dari 175 sektor ekonomi (Tawaf, 2017). Melihat luasnya dampak wabah PMK dalam kehidupan masyarakat perlu adanya upaya pencegahan dan pengobatan terhadap ternak beserta lingkungan sekitarnya. Upaya ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara berbagai pihak seperti pemerintah, peternak, dokter hewan, dan masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan dan menghambat penyebaran PMK. Di antara pihak tersebut, peternak menjadi kunci utama dalam menghambat penyebaran penyakit. Pemahaman dan kewaspadaan peternak dalam mengenali gejala PMK dan mencegah terjadinya penyebaran penyakit sangat penting dalam langkah pertama pemberantasan penyakit. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui tingkat pemahaman peternak terhadap PMK sekaligus sikap dan tindakan yang akan dilakukan apabila dihadapkan pada kasus PMK di daerah Sleman, Yogyakarta yang merupakan salah satu zona merah kasus PMK serta merupakan lingkungan tempat tinggal peneliti.

Rumusan Masalah

  1. Apakah peternak di Indonesia memahami Penyakit Mulut dan Kuku?
  2. Bagaimanakah sikap peternak dengan adanya Penyakit Mulut dan Kuku?
  3. Bagaimanakah tindakan peternak dengan adanya Penyakit Mulut dan Kuku?

Tujuan Penelitian

Mengetahui KAP (Knowledge, Attitude, Practice) atau pemahaman, sikap, dan tindakan peternak mengenai PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) di daerah kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Manfaat dan Kontribusi Penelitian terhadap Ilmu Pengetahuan  

Manfaat diadakannya penelitian ini adalah tersusunnya sebuah artikel ilmiah yang dapat dijadikan bahan evaluasi bagi masyarakat Indonesia khususnya para peternak sapi dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan berkaitan dengan kasus PMK di Indonesia.

Temuan yang Ditargetkan

Temuan yang ditargetkan dalam penelitian ini, yaitu data pemahaman, sikap serta respons mengenai tindakan peternak terkait kasus PMK yang sedang marak di Indonesia. Data ini dapat menjadi tindakan evaluasi untuk membantu para peternak sapi serta Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan berkaitan dengan penanganan kasus PMK di Indonesia.

Luaran 

Luaran dari penelitian ini berupa data yang akan diterbitkan menjadi artikel ilmiah ataupun jurnal nasional.

 

Penulis : Faisa Alroy A.

 

One thought on “Kajian mengenai KAP (Knowledge, Attitude, Practice) atau pemahaman, sikap, dan tindakan peternak mengenai PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) di daerah kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.