VSC FKH UGM

Kabinet Gamma Lentera | Gema Cipta Gaung Karya

Penelitian

Bedah Jurnal #1: Penyuntikan Tiga Kali Ekstrak Pituitari Selama Induk Sapi Bali Bunting Meningkatkan Bobot Lahir dan Produksi Air Susu

  1. Identitas Jurnal
  • Judul : Penyuntikan Tiga Kali Ekstrak Pituitari Selama Induk Sapi Bali Bunting Meningkatkan Bobot Lahir dan Produksi Air Susu
  • Nama jurnal : Jurnal Veteriner
  • Penulis : Wilmientje Marlene Nalley, Thomas Mata Hine, Petrus Kune
  • Bulan dan tahun terbit : Juni 2021
  • Volume dan nomor : 22, 2
  • Halaman : 271 s.d. 277
  1. Pendahuluan
    Penurunan produktivitas sapi bali mengakibatkan kenaikan angka kematian anak yang mencapai 36 s.d. 50%, rendahnya bobot lahir anak yang berkisar antara 17,33 s.d. 18,00 kg, dan pertumbuhan anak melambat sebesar 0,11 s.d. 0,26 kg/ekor/hari. Padahal, sapi bali tergolong memiliki tingkat kesuburan yang tinggi yaitu 80%. Kasus tersebut terjadi karena faktor perkembangan kelenjar susu yang secara fisiologis dikontrol oleh hormon progesteron. Penelitian sebelumnya telah menggunakan FSH dan LH sintetik untuk merangsang pertumbuhan corpus luteum yang akan menyekresikan progesteron sebagai perangsang pertumbuhan kelenjar susu. Namun, kedua hormon tersebut tidak selalu tersedia ketika dibutuhkan dan harganya sangat mahal. Penelitian kali ini menggunakan ekstrak pituitari (EP) dengan kandungan FSH dan LH alami yang sebelumnya telah digunakan untuk superovulasi mencit, ayam hutan merah, ikan lele dumbo, ikan mas, serta ikan komet. Ekstrak pituitari (EP) juga telah terbukti efektif untuk induksi estrus pada sapi dan meningkatkan kinerja reproduksi kambing lokal serta domba.
  1. Tujuan
    Menguji efektivitas pemberian ekstrak pituitari (EP) terhadap produktivitas induk sapi bali yang bunting.
  2. Metode Penelitian

    • Koleksi dan Pengawetan Kelenjar Pituitari
      Hipofisis sapi bali segera diambil setelah dipotong. Dimulai dari tengkorak kepala sapi yang dibelah, otak dikeluarkan, dan kelenjar pituitari yang tertinggal pada sella tursika diambil dan diawetkan secara kering dengan menggunakan aceton p.a. Aseton diganti sebanyak 3 kali selama 8 jam dan pada pergantian terakhir aseton dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, aseton dibuang, lalu diuapkan hingga kelenjar pituitari menjadi kering. Kelenjar pituitari yang telah kering kemudian masukan ke dalam botol gelap dan disimpan pada suhu kamar (28oC).
    • Pembuatan Ekstrak Pituitari
      Kelenjar pituitari yang telah dikeringkan selanjutnya digerus hingga menjadi tepung dan ditimbang sesuai perlakuan. Setelah itu, tepung dilarutkan dengan aquabidest 20 s.d. 75 ml hingga terlarut. Larutan kemudian dimasukkan ke tabung mikro dan disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang berisi ekstrak pituitari (EP) diambil menggunakan micropipet untuk dipindahkan ke tabung mikro baru dan disimpan pada suhu -20 derajat celcius sampai siap digunakan.
    • Penyuntikkan EP pada Induk Sapi Bali Bunting
      Dosis ekstrak pituitari (EP) yang diberikan sebanyak 20 mg/kg bobot badan. Sapi diberi pakan hijauan segar sebanyak 10% dari berat badan dan konsentrat sebanyak 0,750 kg/ekor/hari hingga melahirkan.
  3. Variabel Penelitian
    Dibagi menjadi tiga:

    • Jumlah dan morfologi corpus luteum (CL)
      Metode : palpasi per rektal
    • Produksi susu induk diukur
      Metode : pemisahan pedet dari induk dan pemerahan susu sebanyak dua kali sehari pada pagi serta sore
    • Bobot lahir anak sapi (pedet)

    Variabel berdasarkan empat perlakuan dua belas ekor sapi bali bunting usia kebuntinhan 2,5 bulan,yaitu :

    • Tanpa injeksi ekstrak pituitari (EP) (P0, kontrol)
    • Injeksi ekstrak pituitari (EP) satu kali pada umur kebuntingan 2,5 bulan (P1)
    • Injeksi ekstrak pituitari (EP) dua kali pada umur kebuntingan 2,5 dan 5 bulan (P2)
    • Injeksi ekstrak pituitari (EP) tiga kali pada umur kebuntingan 2,5, 5 dan 7,5 bulan (P3)
  4.  Analisis Data Penelitian
    Uji sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji jarak berganda Duncan menggunakan software SPSS 20.0 for windows.

  5. Hasil

    • Jumlah dan Ukuran Corpus Luteum
      Semua sapi hanya menghasilkan satu corpus luteum, tetapi satu ekor sapi menghasilkan dua corpus luteum (2/12 = 0,17%). Panjang corpus luteum berkisar antara 0,22 s.d. 0,38 cm, sementara lebarnya berkisar antara 0,18 s.d. 0,30 cm. Sapi bali bunting dengan corpus luteum terbesar merupakan sapi yang mendapat perlakuan injeksi ekstrak pituitari sebanyak tiga kali (P3). Hasil analisis statistika menunjukkan tidak ada perbedaan pada jumlah dan ukuran corpus luteum (P > 0,05) antarperlakuan.
    • Bobot Lahir Pedet
      Cukup bervariasi, yaitu :
      – Bobot lahir pedet dari induk tanpa perlakuan ekstrak pituitari (EP) (P0) dan injeksi EP satu kali (P1) tidak berbeda antara 12,53 +- 1,40 kg s.d. 15,83 +- 2,93 kg. Bobot tersebut lebih rendah (P < 0,05) dibandingkan dengan pedet dari induk dengan perlakuan injeksi ekstrak pituitari (EP) dua kali (P2) dan tiga kali (P3).
      – Bobot lahir pedet dari induk dengan perlakuan injeksi ekstrak pituitari (EP) dua kali (P2) dan tiga kali (P3) tidak berbeda (P > 0,05) antara 17,87 +- 1,50 kg serta 19,87 +- 1,72 kg.
    • Produksi Susu Induk
      Diukur selama bulan pertama post – partum.  Produksi susu induk dipengaruhi oleh frekuensi injeksi ekstrak pituitari (EP).
    • Produksi susu tertinggi :
      Induk sapi bali dengan perlakuan injeksi ekstrak pituitari (EP) tiga kali (P3) sebesar 1707,18 +- 230,27 ml.
    • Produksi susu terendah :
      Induk sapi bali dengan perlakuan kontrol atau tanpa injeksi ekstrak pituitari (EP) sebesar 1082,76 +- 218,3 ml.
    • Terdapat perbedaan di antara keduanya (P < 0,005).
    • Tidak ada perbedaan antara induk dengan perlakuan P1 dan P2 serta P2 dan P3.
    • Induk yang diinjeksi ekstrak pituitari (EP) tiga kali mengalami peningkatan produksi susu mencapai 624,42 ml daripada kontrol.
  6. Pembahasan
  • Produksi hormon progesteron meningkat terutama pada induk sapi bali yang diinjeksi tiga kali ekstrak pituitari (EP) karena kelenjar pituitari secara alami menghasilkan FSH dan LH yang berperan dalam pembentukan corpus luteum. Corpus luteum akan menghasilkan hormon penting untuk menciptakan lingkungan uterus yang dapat menunjang perkembangan fetus dan kelenjar susu yaitu progesteron. Kadar progesteron akan meningkat dan berada dalam konsentrasi tinggi selama periode kebuntingan. Semakin banyak atau besar corpus luteum, progesteron yang dihasilkan juga semakin meningkat.
  • Respon dari injeksi ekstrak pituitari (EP) tidak berpengaruh pada jumlah maupun morfometri corpus luteum karena tiap ovarium induk hanya mempunyai satu corpus luteum. Hal ini terjadi karena ternak yang digunakan adalah sapi bali bunting alami dan tidak mengalami perlakuan hormon, baik superovulasi atau sinkronisasi estrus.
  • Produksi susu induk yang diberi berbagai dosis EP juga menunjukkan perbedaan. Induk yang diberi tiga kali injeksi ekstrak pituitari (EP) memproduksi susu lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain. (Hal tersebut terjadi karena EP mengandung prolaktin yang menstimulasi produksi susu dan FSH serta LH yang disekresi menstimulasi corpus luteum menyekresikan hormon progesteron untuk perkembangan kelenjar susu). Kandungan prolaktin dalam ekstrak pituitari (EP) diduga menstimulasi produksi susu pada induk sehingga adanya peningkatan frekuensi pemberian EP turut meningkatkan respon produksi susu. Selain itu, banyaknya hormon progesteron memengaruhi jumlah kelenjar susu yang terbentuk pada ambing selama masa kebuntingan dan berkorelasi positif terhadap produksi susu induk selama masa laktasi.
  • Bobot lahir pedet menunjukkan perbedaan yang dapat dilihat pada tabel 2 yaitu selisih antara 5,00 s.d. 7,34 kg pada P0 dan P1 dengan P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian dua dan tiga kali injeksi ekstrak pituitari (EP) pada induk sapi bali bunting dapat meningkatkan bobot lahir anak dibandingkan dengan kontrol. Kandungan hormon pertumbuhan atau growt hormone (GH) dalam EP berperan penting untuk pertumbuhan dan membantu menjaga kondisi tubuh dengan menyeimbangkan distribusi lemak serta menjaga kesehatan tulang juga otot. Semakin tinggi bobot lahir anak, daya hidup dan pertumbuhan selanjutnya akan semakin tinggi.

9. Kesimpulan
Pemberian injeksi ekstrak pituitari (EP) pada sapi bali memberikan pengaruh pada produktivitas induk sapi bali bunting. Semakin tinggi frekuensi pemberian ekstrak pituitari akan sebanding dengan peningkatan hormon progesteron yang disekresi, produksi susu, dan bobot pedet saat lahir.
Pemberian ekstrak pituitari (EP) dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan produktivitas hewan. Kandungan hormon yang terdapat dalam kelenjar pituitari dapat digunakan sebagai terapi hormon alami yang terjangkau, baik dari segi mendapatkan maupun biayanya.

Untuk file PDF dapat diunduh disini

Departemen Penelitian

VSC FKH UGM
Kabinet Excelecta

more info :
Line: @979hvulb
Email : vsc.fkh@ugm.ac.id
Instagram: @vscfkhugm
Twitter: @vscfkhugm
Tiktok: @vscfkhugm
Website: vsc.fkh.ugm.ac.id

#RestorasiPenalaran
#VSC2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.